Jakarta (24/5) – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Ecky Awal Mucharam
menekankan ada tiga isu krusial dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang saat ini sedang dalam pembahasan oleh Panja.
Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR-RI Ecky Awal Mucharam di Kompleks DPR-RI Senayan Jakarta, Selasa (24/5).
“Pertama, soal reformasi perpajakan yang harus dilakukan bersamaan dengan Tax Amnesty. Pengalaman negara-negara lain menunjukan Tax Amnesty
yang dilakukan tanpa reformasi perpajakan selalu gagal, dan kunci
keberhasilan mereka yang berhasil karena Tax Amnesty-nya didahului oleh
reformasi perpajakan,” jelas Ecky.
Ecky menjelaskan bahwa Tax Amnesty tidak akan berhasil tanpa adanya
reformasi perpajakan, yang meliputi aspek regulasi, administrasi, dan
institusi perpajakan. Oleh karena itu, tambah Ecky, sejak awal
pembahasan fraksi-fraksi di DPR selalu mendorong agar Tax Amnesty
menjadi bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan.
“Salah satu kuncinya ada di revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan
(KUP). Tanpa disertai reformasi perpajakan negara tidak akan punya bargaining position
yang kuat dalam Tax Amnesty,” jelas Legislator PKS dari Daerah
Pemilihan Jawa Barat III yang meliputi Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur
ini.
Kedua, soal tarif tebusan yang dinilai terlalu rendah, sehingga dapat
mencederai rasa keadilan dan membuat negara kehilangan banyak potensi
penerimaannya. Sebagaimana diketahui dalam draft RUU tarif tebusan
sebesar 2, 4, atau 6 persen untuk non-repatriasi dan 1, 2, atau 3 persen
untuk repatriasi.
Menurut Ecky, hampir semua fraksi di DPR meminta tarif dinaikan. Ada
yang mengusulkan ke kisaran 5-15 persen. Ada juga sebagian fraksi
termasuk PKS yang meminta agar yang dihapus hanya sanksi administratif
dan pidana pajaknya saja. Sehingga tarif tebusan sesuai tarif normal KUP
atau sekitar 25-30 persen.
“Saya yakin (ketentuan) ini pun masih menarik bagi mereka karena
sanksi administrasi saja besarnya 48% dari pokok utang pajak, ditambah
penghapusan pidananya,” ujar Ecky.
Ketiga, tambah Ecky, terkait data dan informasi tentang harta peserta
pengampunan pajak, yaitu Pasal 15 draf RUU Pengempunan Pajak berbunyi data
dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak
tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan/atau
penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
“Kami meminta agar hal ini menjadi hanya terbatas pada pidana
perpajakannya saja. Data dan informasi dari Pengampunan Pajak harus
tetap dapat digunakan untuk penyidikan, penyelidikan, dan pengusutan
pidana lainnya seperti korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan
manusia,” tutup Ecky.
(rihan/budiman)
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar